Mbah Mbelut, Nasi Pecel Tanpa Kasta



Tak ada yang istimewa dari nasi pecel dagangan simbah renta ini. Sama sekali tak istimewa. Rasa sambalnya biasa saja, tidak menggoyang lidah, tidak pula meriah. Cenderung polos malah.


Orang-orang memanggilnya Mbah Mbelut, entah siapa nama sebenarnya. Atau barangkali memang itu nama asli pemberian dari orang tuanya.  Malam hari selepas isya, setelah toko alat-alat listrik milik seorang warga peranakan Cina di seberang pasar menutup tirai besinya, Mbah Mbelut akan datang  menggelar lapak.  


Tapi jangan buru-buru memandang sebelah mata. Sepertinya, hampir semua orang di Cepu tahu siapa Mbah Mbelut, paling tidak pernah mendengar namanya disebut. Meskipun di setiap lorong ada penjual nasi pecel, tapi Mbah Mbelut seolah jadi nabinya. Beliau adalah legenda hidup dari nasi pecel di Cepu, sebuah kota kecil tempat kelahiran Marco Kartodikromo, jurnalis radikal didikan Tirto Adhi Soeryo

foto diambil dari tumblr yang fotonya diambil dari facebook sepupu saya, Yoshi bin Supriyo (iihh ruwet hihi)

Saya ingat, di momen lebaran yang riuh saat umur saya belum lagi genap 10 tahun, ada paman dari luar kota yang mengajak paman-paman saya yang lain untuk makan di Nasi Pecel Mbah Mbelut. Saya yang masih seukuran kurcaci tentu tak masuk hitungan, bahkan ditolak saat merengek minta diajak.

Sejak itu, rasa penasaran tersimpan rapi hingga bertahun-tahun kemudian. Terutama cerita tentang kerupuk gendarnya, makanan terlarang bagi saya yang kata bapak adonannya dicampuri bleng, sejenis pengawet kimia berbahaya.

Akhirnya, setelah lulus kuliah saya berkesempatan makan langsung di Nasi Pecel Mbah Mbelut yang melegenda itu. Yang benar saja, saya menunggu bertahun-tahun hanya untuk makan nasi pecel ini, di kota kelahiran saya sendiri. Hah! Warga macam apa saya. Hal-hal semacam ini kadang membuat saya merasa teralienasi di kampung sendiri. Maklum, di keluarga saya tidak ada tradisi njajan, acara keplek ilat rasanya asing sekali. Seumpama pergi makan di luar pun, saya tidak boleh sendirian. Menyedihkan.

Sesampainya di sana, imajinasi sejak kecil tentang warung sederhana dengan meja dan kursi berjajar langsung musnah. Lapak kekuasaan Mbah Mbelut rupanya hanya sebuah meja berukuran sekitar 1,5 x 1 meter, dengan ketinggian tak lebih dari 50 cm. Mbah Mbelut sang nabi pun hanya duduk bersimpuh di balik meja sebagai ruang praktek. Sementara para pembeli duduk di atas kursi plastik mengelilingi meja. Di situlah Sang Nabi melayani umatnya. 

Selain rasa sambel pecel yang polos dan tempat makan apa adanya, para pembeli juga tak punya banyak pilihan lauk karena hanya ada kerupuk gendar dan tempe goreng tanpa tepung. Itu saja. Untuk minuman pun demikian, hanya ada satu jenis yaitu air putih dalam kendi tanah liat. Mbah Mbelut hanya menyediakan satu gelas untuk minum yang harus dipakai bergantian tanpa dicuci. Dengan segala kepolosannya, Nasi Pecel Mbah Mbelut berhasil membuat orang-orang rela mengantri hingga berdiri karena kehabisan kursi.

Nasi Pecel Mbah Mbelut memang nasi pecel tanpa kasta. Anda boleh saja datang kemari berkendara mobil mewah, tapi tetap saja Anda harus makan dengan menu dan gelas yang sama dengan penarik becak yang mampir untuk makan malam. Jauh dari ruang kuliah maupun diskusi yang sering membahas isme-isme tentang keadilan dan kesetaraan, Mbah Mbelut sudah mendahului dengan praktek di lapak nasi pecelnya.

Oh ya, meskipun suka dan jatuh cinta pada sambal kacang bikinan Mbah Mbelut, kita tak akan bisa membelinya dalam bentuk kering agar bisa dibawa pulang atau dijadikan buah tangan. Entah mengapa. 
 

7 komentar :

  1. halah dalah ken.. ken... kata-katamu lebay banget.... bakul sego wae kok dipadakno nabi..

    BalasHapus
  2. tulisan yg apik, tp menurutku ora angger wong iso mencerna dengan benar tulisan iki.hee iyo ra si

    BalasHapus
  3. secara keseluruhan gaya bahasa di blog ini asik,,jadi enak ngebacanya..
    ibarat permen nano-nano,,manis asem asin rame rasanya! :D
    keep it up! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Mas Jeef... aku suka diibaratkan nano-nano :)

      Hapus

 

Mengenai Saya

follow my insta

Instagram

Protect Paradise

Blogger templates