Lontong Kikil HOT Pak Sis, Emang Beneran Hot!



Entah apa yang tidak bisa dimakan oleh manusia-manusia Nusantara. Negeri kaya raya yang sering dituduh sebagai surga ini kerap membuat manusia dari negeri lain terbelalak melihat makanan kita. Ah, saya bangga!

Misalnya yang satu ini, Lontong Kikil. Makanan khas Surabaya yang bila baru pertama makan pasti akan sambil mikir ga enak. Maklum, kikil kan kaki sapi. Entah siapa yang jadi pionernya, bisa-bisanya kaki sapi yang sepertinya cuma tulang itu dijadikan makanan senikmat ini. Mungkin penemunya masih satu keluarga dengan penggagas rujak cingur. Ah, ini cuma dugaan saja. Tanpa riset apapun. Silahkan diabaikan.

Di Cepu, ada warung lontong kikil yang cukup terkenal, namanya Lontong Kikil Hot Pak Sis. Percayalah, yang hot itu kikilnya, bukan Pak Sis.

Lokasinya ada di pinggir Lapangan Golf, di samping warung Mie ayam paling kondang seantero Cepu. Di sekitar lapangan Golf dan komplek olahraga atletik ini, memang hanya ada dua warung, dua-duanya punya penggemar fanatik, untung saja mereka beda komoditas, jika sama mungkin akan seperti seperti Suni dan Syiah lalu menjadikan Lapangan golf menjadi Karbala. Astagfirullah...

Warung milik Pak Sis ini sangat sederhana bila kita hanya melihat desain eksterior maupun interiornya. Beratap bekas banner berwarna putih yang disangga bilah-bilah bambu tanpa dinding membuat angin sepoi-sepoi bisa melintasi seluruh area warung, menjadi kipas angin alami. Sepertinya Pak Sis mempertimbangkan betul aspek keluar masuk angin demi kenyamanan pelanggannya. Cerdas!

Rasa kikil yang tak sesederhana bentuk warungnya.


Selanjutnya mari kita perhatikan interior. Terlihat beberapa set meja kursi kayu. Ada yang berbentuk dingklik panjang, ada juga yang bisa dilipat. Meja kursi ini tentu saja tanpa pelitur, semuanya berwarna gelap alami, menjadi bukti jam terbang dan menimbulkan kesan rustic yang sempurna! Aura vintage sangat terasa bila kita jeli menilai. Ada tambahan kursi plastik di sudut tertentu, sebuah finishing touch yang apik untuk gaya kontemporer.

Bayangkan bila kita berdua duduk berhadap-hadapan di sana... ah...

Saat kami datang, Pak Sis menawari apakah kami ingin porsi besar atau kecil. Saya pilih yang kecil sementara adik saya memilih yang besar. Dengan suasana asri dan desain warung yang serba old school, menunggu kikil siap tentu bukan masalah. Kami menikmati setiap momen yang direncanakan oleh alam.


Seporsi besar lontong kikil


Pas kami datang, mbak ini lagi bersemangat menandaskan isi mangkuknya.
Tak lama pesanan kami datang, seporsi kecil dan seporsi besar. Porsi kecil menggunakan mangkuk bakso biasa, sementara porsi besar menggunakan mangkuk dengan ukuran lebih besar. Keduanya dialasi piring karena mangkuk tak kuasa menahan kuah yang meluber dari bibirnya. Seandainya saya tahu kalau porsi kecil sebanyak ini, sepertinya saya akan minta separuh porsi kecil. Maklum, saya sedang dalam usaha bisa memakai celana lapangan yang tak lagi muat.

Perhatikan biji cabe yang berserakan itu!

Hah! Cepu yang luar biasa terik lagi lembab, angin sepoi-sepoi, dan semangkuk lontong kikil pedas dan panas rupanya jadi komposisi yang sanggup membuat kita melupakan hiruk pikuk tak bermutu tentang pemilu.

Mangkuk ini tak kuasa menampung, maka taruhlah di lambung.


Kuah yang meluber hingga ke piring tak cukup menenggelamkan potongan kikil, irisan bawang putih goreng, taoge, sawi, dan segala macam bumbu yang bersatu membuat lidah kita yang jujur ingin mengumpat karena pedas sekaligus bersyukur atas nikmat yang tentu tak bisa didustakan. Jangan lupa menambah perasan jeruk nipis agar terasa sedikit asam nan segar.


Si sapi menanyakan kabar kawannya...

Pantas saja warung ini dinamakan Lontong kikil Hot, lha wong tanpa sambal pun rasanya sudah pedas karena cabe dan merica. Kuah santan bercampur lemak berbumbu rempah berhasil menggoyang lidah, potongan kikilnya cocok untuk latihan gigi mengunyah statis sesuai saran dokter sebanyak 32 kali, sementara irisan bawang putihnya menambah gurih. Ciamik!

Di sela-sela waktu menghabiskan semangkuk lontong kikil, tiba-tiba serombongan sapi lewat di samping warung, bahkan sempat salah satu anggotanya mampir menyapa pengunjung. Mungkin sapi itu ingin bertanya kabar kaki kawannya yang tengah kami makan. Terima kasih sapi, jasamu abadi.



1 komentar :

 

Mengenai Saya

follow my insta

Instagram

Protect Paradise

Blogger templates