INDONESIA, SURGA YANG SEMOGA TAK JADI NERAKA

                         
 Sumatera skies colored in red
Guns to fangs fury takes today
People cheer as angels cry
By this bullet i have learned to fly
I need someone to love
As i face the future all alone
Harimau! Harimau!
(Harimau! Harimau!, NAVICULA)


Harimau kesepian, tanpa kawan, tanpa hutan. Keluarganya mati, mungkin sudah jadi pajangan di dalam ruangan, mungkin kulitnya sudah menjadi pakainan, mungkin sebagian teman-temannya sedang jadi tontonan. Satu hal yang pasti, harimau itu kini kesepian. Terancam.

Kisah tentang harimau kesepian yang kita dengar lewat lagu Navicula tentu tidak begitu saja muncul dari imajinasi liar penciptanya. Ada kisah nyata dibelakangnya. Kisah tentang hilangnya hutan yang sejak dahulu kala menjadi rumah harimau dan berbagai makhluk lainnya. Rumah bagi manusia, tumbuhan, hewan, dan roh leluhur yang kini terusir demi tegaknya jutaan pohon sawit. Demi suburnya pohon uang milik beberapa gelintir orang.

Para pengusaha itu datang dengan wajah menyenangkan, memberi rayuan gombal pada masyarakat lokal. Celakanya, pemegang otoritas negeri ini mendukung mereka, para pemilik modal. Membantu menerbitkan berbagai peraturan supaya semua rencana berjalan. Penduduk yang tak termakan rayuan terpaksa disingkirkan. Semua demi pembangunan, begitu kata mereka. Maka dibukalah hutan. Pohon-pohon ditumbangkan, sawit-sawit ditegakkan.

Cerita hutan Indonesia adalah cerita pilu yang rasanya tak ingin kita dengar. Air mata masyarakat adat yang harus merelakan hilangnya hutan adat warisan leluhur, darah yang jatuh ke tanah saat berhadapan dengan senjata, air yang hilang karena tak ada lagi pohon, banjir yang datang karena tak ada akar menahan. Hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua semakin lama semakin susah ditemukan. Zamrud khatulistiwa sedang berlari menuju kehancuran.

Hilangnya hutan dan segala efeknya seperti barisan kartu domino yang dengan sangat mudah mempengaruhi satu dan yang lainnya. Hutan hilang maka hilang pula rumah binatang, mereka yang berdaya jelajah luas ini terpaksa keluar hutan untuk mencari makan karena hutan yang hilang juga membawa pergi makhluk di dalamnya. Namun manusia yang juga kehilangan kebudayaannya ini tak lagi ramah, bukan makanan malah maut yang datang. Hewan tak lagi menjadi makhluk yang dihormati, tak lagi menjadi kawan, tak lagi dijadikan sirine penanda fenomena alam. Panggilan opung untuk harimau sudah lama dilupakan. Kini status hewan hanya satu, musuh. Bila ada fungsi lain maka yang terpikir mungkin adalah jumlah rupiah.

Orang Timur Tengah selalu membayangkan bahwa surga seperti yang ada di alam Indonesia. Ada air sungai yang jernih mengalir, pepohonan dengan buah yang mudah diambil, pemandangan hijau permai menentramkan hati, dan manusia-manusia bahagia yang tinggal di dalamnya. Tapi, surga itu kini sedang dalam perjalanan menjadi neraka. Sungai jernih tinggal cerita, pepohonan tak lagi ada, dan orang-orang selalu bermuram durja meratapi tanah airnya, menangisi nasib yang harus menjadi kuli perkebunan di bekas tanah mereka sendiri.

Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia. Demikian Pramoedya Ananta Toer pernah berkata. Kita bisa menghentikan ini.  Jangan biarkan Protect Paradise hanya menjadi jargon semata. Sebarkan virus ini, biarkan ia mewabah, menjangkiti setiap manusia untuk ikut menyelamatkan rimba terakhir yang tersisa. Pengusaha tak akan terus-terusan menggilas hutan bila kita menolak memakai produknya, pemerintah tak bisa melanjutkan membuat peraturan yang merusak ekologi bila seluruh rakyat menolaknya.

Bumi ini cukup untuk menghidupi seluruh penghuninya, tapi tak akan cukup untuk untuk menuruti nafsu satu orang serakah. Begitulah kata pepatah. Terlalu banyak perusaahan yang hanya mementingkan akumulasi kentungan tanpa mempedulikan akibat apa yang ditimbulkan dari proses usahanya. Namun kita masih punya kabar baik, ada sawit yang dihasilkan dengan cara yang ramah pada lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh warga Desa Dosan di Riau yang menerapkan praktik perkebunan sawit yang mengutamakan peningkatan produktifitas lahan daripada melakukan ekspansi ke kawasan hutan.

Sekarang kita tahu, kita bisa menjadi pagar untuk melindungi hutan yang tersisa, kita bisa menjadi peluru yang menembus dada pengusaha, kita bisa menyelamatkan hutan Indonesia untuk masa depan. Ayo kita lindungi surga ini, tanah idaman dari manusia-manusia yang haus kedamaian.





0 komentar :

Posting Komentar

 

Mengenai Saya

follow my insta

Instagram

Protect Paradise

Blogger templates