NONTON KETOPRAK, LAKON ONTRAN-ONTRAN BUMIWANGI


Niat hati ingin membuat ulasan tentang pertunjukan ketoprak yang saya tonton di Taman Budaya Yogyakarta tempo hari, tapi saya sama sekali tidak tahu bagaimana menulis sebuah ulasan pertunjukan. Maka saya hanya akan menuliskan pengalaman dan apa saja yang saya lihat di momen itu. hehehe…


Pertama, hal yang membuat saya tertarik nonton adalah adanya tokoh pujaan saya semasa kecil, yaitu Den Baguse Ngarso alias Drs. Susilo Nugroho. Bayar tiket Rp 20.000 untuk duduk meleseh sama sekali bukan hal berat demi melihatnya di atas panggung. Alasan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya adalah karena saya pengen nonton ketoprak. Wis, kui. Eh ada lagi ding, kata teman saya, ini ketoprak asyu-asyunan.

Itu Marwoto dan idola saya, Den Baguse Ngarso alias Drs. Susilo Nugroho.


Berbeda dengan pertunjukan ketoprak yang saya tonton gratisan di pelataran gedung yang sama sebelumnya yaitu Ontran-Ontran Turki (disutradarai oleh Bondan Nusantara), kali ini pertunjukan diadakan di dalam ruangan.


Suasana dagelan bahkan sudah terasa sejak sebelum pertunjukan dimulai. Hal ini terjadi saat pembawa acara yang hanya terdengar suaranya itu menyambut dan memberitahukan aturan-aturan yang harus ditaati oleh para penonton. Ya mirip-mirip kalau kita nonton teater, seperti tidak memotret menggunakan flash light, tidak merokok (karena ruangan berAC), tidak makan dan minum (kalo lapar gimana?), tidak berisik, dan sebagainya. Lalu sebelah mana lucunya? Selain peraturan standar yang disampaikan di atas ada juga beberapa aturan yang seumur hidup baru saya dengar seperti dilarang nonton sambil tiduran, nungging, nginang, dan apa lagi ya saya lupa. itu semua disampaikan dalam Bahasa Jawa, berarti kami tidak boleh nonton sambil klesotan, njengking, nginang, dan lain-lain. Percayalah, situasinya jauh lebih lucu ketimbang yang Anda baca di blog saya.

Di tengah pertunjukan, saat saya pergi ke toilet, saya melewati beberapa orang yang sedang klesotan sambil asyik tertawa. Untung ga ada yang nungging! Saya jadi berpikir, aturan tadi untuk dagelan apa memang serius ya? Karena rupanya, ada juga penonton yang klesotan. Dancuk! huahahha. Eh tapi saya belum nemu yang nginang. 

Salah satu adegan dalam Ontran-ontran Bumiwangi


Lakon yang menceritakan tentang perjuangan rakyat Bumiwangi melawan Belanda ini biasa saja dari segi cerita. Khas cerita ketoprak yang biasa kita tonton. Tata panggungnya pun lebih sederhana, tanpa ada properti gapura ukiran, kursi raja, atau hal-hal sejenis. Ini lebih (n)teater. Hanya ada sekelompok niyaga sebagai latar belakang. Padahal biasanya kelompok niyaga ditempatkan di luar panggung, atau paling tidak di sisi pinggir sementara tengah panggung dikuasai para aktor.


Saya mendapat kejutan, para niyaga ini ternyata juga mendapat bagian peran yang berganti-ganti sesuai kebutuhan. Menjadi pasien rumah sakit, rakyat jelata, dan prajurit dari dua belah pihak. Huahhaaa asyik sekali. Ngirit pemain.


Begitu juga dengan propertinya yang minimalis, untuk menampilkan ruang penjara, para niyaga tadi tiba-tiba berdiri sambil masing-masing memukul-mukulkan sebatang bambu ke panggung  lalu menyusunnya vertikal dan horisontal menjadi pagar yang mirip penjara. Ini sangat keren! 

Para pemain, sutradara, sampe wardrobe. Ngrangkep-ngrangkep gaweannya. Minus para pengrawit karena masih memainkan musik di belakang mereka yang lagi berfoto.

Durasi selama dua jam saya pakai untuk tertawa terbahak-bahak. Dancuk tenan. Terbukti benar mulut teman yang menghasut saya itu, ketoprak iki pancen asyu!


Sudah berapa kali saya misuh dalam tulisan ini?


* foto-foto yang saya pajang ini hasil jepretannya Yuladi Zula. Suwun yo, mas :)

0 komentar :

Posting Komentar

 

Mengenai Saya

follow my insta

Instagram

Protect Paradise

Blogger templates