![]() |
Penampungan sampah di tengah taman. |
Taman Seribu lampu, kini seolah telah resmi menjadi ikon Kota Cepu. Setiap malam, kawasan yang membentang di sepanjang Jalan RSU
ini selalu dipenuhi warga yang mencari panganan, pakaian, hingga hiburan.
Namun, beberapa waktu belakangan citranya sebagai ruang hiburan seolah
tercoreng dengan adanya penampungan sampah yang ada tepat di tengah-tengahnya,
di samping sungai kecil yang membelah taman. Paling tidak, itulah yang kasat
mata.
Lebih dari seabad lampau, ketika mulai ditemukan minyak bumi
di bawah kaki yang kita injak di kota ini, Cepu menggeliat menjadi salah satu
kota penting di Pulau Jawa. Minyak bumi dan kayu jati menjadi primadona yang
diandalkan untuk menyokong kehidupan pemerintahan Kolonial Belanda. Maka dibangunlah
stasiun, kilang, dan prasarana pendukung lain. Lihat saja, stasiun di Kota Cepu
lebih besar daripada daerah di sekitarnya, tempat pemberhentian kereta
eksekutif yang mungkin terlalu mewah untuk ukuran kota kecamatan. Tapi memang
seperti itu sejak dahulu. Seperti halnya rumah-rumah loji mewah dan sebuah
gedung societet (sekarang Soos Sasono Suko) yang menjadi tempat pesta dan
berdansa para pejabat Belanda. Sebuah bangunan yang hanya dibangun di kota-kota
yang dianggap berguna.
Sekarang, setelah lebih dari 60 tahun bangsa ini merdeka, sisa-sisa
tata kota dan arsitektur bergaya indisch
tadi masih bisa kita lihat keberadaannya, meski jauh berbeda kondisinya. Stasiun
terlihat muram, rumah-rumah loji tak terawat, pohon-pohon trembesi peneduh
jalanan langka ditemukan, dan area Tuk Buntung yang dulunya menjadi tempat
berkemah semasa saya kecil, kini telah dialasi paving blok. Banyak pula bangunan kuno tadi berubah bentuk,
menghilangkan sejarah dan kisahnya. Padahal, bukankah bangunan yang berumur
lebih dari 50 tahun harusnya sudah dimasukkan ke dalam kategori cagar budaya?
Ah, sudahlah. Saya tak akan berpanjang-panjang membicarakan
bangunan-bangunan bersejarah itu dalam tulisan ini. Nanti saja lain waktu.
Sekarang, saya akan kembali curhat
tentang tempat sampah di pinggir kali seperti yang saya sampaikan di pembukaan
tulisan. Kebingungan akut langsung melanda otak begitu saya melihatnya. Pemerintah
kota ini sepertinya tidak paham dengan ilmu planologi, bagaimana mungkin
membuat bangunan permanen untuk menampung sampah dalam skala besar di
tengah-tengah landmark kotanya,
persis di pinggir kali.
![]() |
Persis di samping tempat penampungan sampah ini dibangun, ada kali yang mengalir. |
Ide siapa ini? Bisa
dibayangkan seperti apa pemandangan yang tercipta dan bagaimana semerbak bau
sampah menghampiri para pengunjung taman dan pengguna jalan yang lalu lalang. Keadaan
diperparah saat musim penghujan tiba, kubangan air berbau busuk di sekitarnya,
lalat beterbangan mengitarinya. Ya Tuhan…
Siapa think tank
untuk urusan pengelolaan kampung halaman saya ini? Apa mungkin saking sempitnya
luas kota sampai-sampai harus ada penampungan sampah (sekali lagi) di pinggir
kali. Atau memang sengaja diletakkan di
sana agar penduduk tetap ingat bahwa inilah sampah mereka. Wah wah wah… Boleh
juga… Atau memang ada niat menjadikan penampungan sampah ini sebagai landmark terbaru Kota Cepu? Mungkin.
Jalanan rusak, tidak adanya pohon peneduh jalan dan
diabaikannya bangunan tua bersejarah cukup membuat saya gusar, dan pembuatan
penampungan sampah tadi membuat saya muak.
Entah ke mana arah penataan kota ini? Pemerintah sepertinya gandrung
pada ukuran modernitas yang digambarkan dengan bangunan-bangunan minimalis, semen
di sana sini, tanpa menilik lebih jauh esensinya. Seolah-olah yang kuno adalah
terbelakang, seolah yang klasik perlu ditinggalkan. Tapi sifat hipokrit macam
apa yang diidap pemerintah dengan mengejar modernitas bangunan sambil
membiarkan jalanan berlubang dan membangun tempat penampungan sampah di tengah
taman?
Ya, saya mendakwa pemerintah Kota Cepu buta dengan ilmu tata
kota.
saya juga ikut sedih dan bingung mbak... piye gitu loh yg buat perencanaan kota...
BalasHapussaya masih baru akan 3 tahun di kota ini, dan sejak saya datang kondisinya sudah begitu..
dulu katanya cepu termasuk yg paling maju diantara daerah2 sekitarnya, namun sekarang sudah kalah jauh...
semoga ada yang mendengar keluhan warganya.. ada perbaikan yg kongkrit dan kontinyu.. aamiiin
iya ya mbak. benar2 tiada bisa dimengerti apa karepnya bikin tempat sampah segede gaban di situ? yuk bersuara, berbuat, dan ajak yg lain buat bikin cepu makin keren! :)
HapusMohon kunjungi blog kami. Terima kasih.
BalasHapushttp://anekamebelkursi.blogspot.com/
kok ya sampah seperti itu ditimbun di pusat kotanya.anehnya apa yg dipikir....
BalasHapuspadahal masih banyak lahan senggang dan sepi dari pemukiman seperti daerah baypass.tepuk dada sajalah
Camatnya suruh studi banding ke bojonegoro aja..bagaimana cara mambuat tata kota yg baik rapi bersih.lihat kota bojonegoro sekarang udah maju pesat.
BalasHapus